PANDEGLANG, BANTEN, - Menurut sumber, setelah viral penangkapan saudara "Y" di media sosial tiba-tiba oknum aparat polres Pandeglang melakukan konferensi pers yang pada intinya menerangkan bahwa korban dari saudara "Y" banyak, hal ini seakan melegitimasi bahwa penangkapan itu tidak melanggar prosedur dan sudah sepantasnya saudara "Y" ditangkap.
Jika benar demikian tegas Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta kepada media ini, Senin (15/4/2024), maka pihak oknum polres Pandeglang semakin mempermalukan diri sendiri dan "merusak" nama baik korps baju coklat.
"Oknum penyidik seakan merekayasa dengan mengumpulkan korban lain dalam satu hari. Padahal belum tentu ada keterkaitan kasus yang satu dengan kasus lainnya, " ungkap Dr (C) Hudi Yusuf SH MH
Subtansi perkara terkait saudara "Y" adalah bukan hendak mengatakan saudara "Y" tidak bersalah, tetapi yang dipermasalahkan keluarga saudara "Y" adalah cara perlakuan penangkapan oleh oknum polres Pandeglang terhadap saudara "Y" seakan saudara "Y" teroris musuh besar negara. Padahal selama ini saudara "Y" kooperatif setiap dibutuhkan oleh penyidik selalu hadir memenuhi panggilan.
Ironisnya, dan dianggap tidak lazim lagi setelah penangkapan oknum penyidik dengan unsur kesengajaan mengirimkan chat ke pelapor dan oleh pelapor di upload di status WhatsAap (WA), "Ada apa dengan oknum ini yang begitu memiliki energi besar menyudutkan saudara "Y" ?, " tukas Dosen Universitas Bung Karno ini.
Baca juga:
TNI AL Tangkap 8 Kapal Pencuri Batu Bara
|
Penyidik seyogyanya menggunakan asas praduga tak bersalah dan bersikap netral, dalam arti tidak berpihak dalam setiap perkara.
Konferensi pers yang dilakukan oknum penyidik kemarin jelas salah subtansi terkait banyak korban tetapi masalah utamanya adalah cara penangkapan di tengah malam dini hari, tanpa kordinasi dengan aparatur pemerintah desa seperti RT, RW setempat, sehingga menyebabkan keresahan di lingkungan masyarakat sekitar dan nyaris terjadi konflik.
"Sepatutnya penegak hukum dalam menegakan hukum dapat memperhatikan etika dan norma. Apalagi pelaku kooperatif dan bukan kejahatan terhadap negara bahkan untuk kasus-kasus seperti ini dapat ditempuh keadilan restoratif, mengapa harus arogan?" ungkapnya seraya mengatakan,
"Mengakui kesalahan bukan dosa namun menutupi kesalahan adalah dosa, " Pungkasnya ***